Menanggapi persoalan bantuan hukum bagi rakyat miskin khususnya di Sulawesi Utara, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) melalui LBH Manado menggelar Konsolidasi Jaringan Organisasi Bantuan Hukum dan Satakeholder bertajuk “Urgensi Perda Bantuan Hukum di Sulawesi Utara”. Konsolidasi yang dilaksanakan di Quality Hotel, 26-27 Oktober 2018 ini dihadiri oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Kanwil Sulut, Pemerintah Daerah Propinsi Sulawesi Utara, serta perwakilan Organisasi Bantuan Hukum di Sulawesi Utara.

Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh kesamaan pemikiran mengenai gagasan peraturan daerah tentang bantuan hukum. Sejauh ini, undang-undang bantuan hukum telah mengatur mengenai pemberian layanan bantuan hukum bagi kaum miskin. Undang-undang tersebut pula telah memberikan peluang bagi pemerintah daerah untuk membentuk regulasi dalam bentuk perda untuk mengatur lebih lanjut mengenai bantuan hukum di daerah. Namun demikian, khsusnya pemerintah daerah Sulawesi Utara belum memiliki perda bantuan hukum. Padahal dengan adanya perda bantuan hukum dapat lebih membuka ruang untuk mendukung organisasi bantuan hukum dalam meberikan akses bantuan hukum bagi rakyat miskin di Sulawesi Utara, serta jaminan bagi mereka untuk memperoleh bantuan hukum dari OBH.

Dalam konsolidasi ini, hadir perwakilan Fakultas Hukum Unika De La Salle yang juga sebagai Tim Pembentukan Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum Universitas, Mody G. Baureh, S.H., M.Hum., dan Annita Mangundap, S.H., M.H. Melalui Baureh, Fakultas Hukum memberikan masukannya terkait dengan perda bantuan hukum. Ketika berbicara mengenai urgensi perda bantuan hukum, itu berarti ada sesuatu hal yang penting yang terjadi sehingga mengharuskan pemerintah daerah menginisisasi pembentukan perda bantuan hukum. Untuk menentukan hal yang penting tersebut, maka terlebih dahulu seharusnya  ditentukan indikator-indikator untuk menunjukan jika perda bantuan hukum penting untuk segera dibuat. Misalnya perbandingan antara jumlah masyarakat miskin Sulawesi Utara yang terjerat kasus hukum dengan penanganan melalui layanan bantuan hukum, atau eksistensi OBH Sulawesi Utara yang belum memperoleh ‘pengakuan’ pemerintah akibat belum terakreditasi dan terverifikasi. Selain itu, terkait dengan substansi perda, pungkas Baureh Dosen Lesilatif Drafting, sebaiknya dapat memfasilitasi khsusnya OBH-OBH yang belum terakreditasi oleh pemerintah pusat melalui Kemenkumham sehingga tidak bisa memperoleh akses bantuan anggaran melalui APBN untuk memperoleh fasilitas anggaran bantuan hukum melalui APBD. Semoga melalui perda bantuan hukum dapat memberikan kesempatan kepada OBH untuk semakin meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat, tutup Baureh.